Menangislah Karena Kita Manusia

11:39:00 AM


Menangislah bila harus menangis, karena kita semua manusia..Manusia bisa terluka, manusia pasti menangis, dan manusia pun bisa mengambil hikmah

Lagi-lagi sebuah cuplikan salah satu lirik lagu. Kali ini datang dari Dewa 19 dengan judul "Air Mata". Lagu yang menurut saya sangat bermakna. Dan mungkin perlu banyak orang sadari akan hal ini. Bagi yang belum pernah dengar lagunya silahkan download lagunya disini: http://gudanglagu.com/mp3/13483/P0iliSt-/air-mata-dewa-19.html

Cuplikan lirik di atas memang mengandung arti dan terkesan menyuruh kepada orang untuk menangis. Dan saya pun sepakat dengan mereka. "Hoii..saya kan sudah dewasa? Ngapain nangis-nangis kayak anak kecil aja..". Tunggu, jangan kaget dulu dengan kalimat pertama saya di paragraf ini. Menyuruh kepada orang agar ianya menangis tentunya bukan menangis yang biasa. Bukan tangisan para artis-artis sinetron yang berpura-pura meneteskan air mata (itu pun mereka dibantu pakai obat tetes mata supaya menangis). Bukan tangisan anak kecil yang sedang lari-lari kemudian terjatuh karena tersandung. Bukan pula tangisan seseorang karena ditolak cintanya. Hmmm.. =,= ... -Tapi kalau yang beginian mah kayaknya belum pernah terjadi (Khusnudzon aja).

Lalu apa? Mudah saja. Sudah dikatakan berkali-kali juga oleh Elvonda Michael alias Once dalam lagunya di atas. Menangislah jika harus menangis. "Maksudnya??". Masih belum paham juga? Ya intinya, menangis lah jika memang dibutuhkan saja. Kalau tidak dibutuhkan, tidak usah menangis. Buang-buang air mata saja. Begitu kan? Gitu aja kok repot.
Ada kalanya manusia mengalami sebuah kepiluan atau kesedihan yang mendalam. Entah karena tersakiti hatinya, atau karena telah ditinggalkan orang-orang terdekatnya. Atau mungkin karena menuai kegagalan dalam melakukan sebuah usaha yang keras. Dan tidak jarang juga orang-orang karena hal-hal tersebut meneteskan air matanya sebagai tanda dirinya sedang bersedih. Atau mungkin ketika manusia sedang memperoleh keberhasilan atau kebahagiaan yang begitu dahsyat sehingga keterharuan akan kebahagiaan tersebut membuat matanya tidak sanggup membendung air untuk keluar dari kelopak matanya.

Namun seyogyanya menjadi seseorang itu tidak usah lebay. Alias berlebihan tea. Sedikit-sedikit nangis, sedikit-sedikit nangis, nangis kok sedikit-sedikit. Hehehe (kayak pernah denger ya kalimat itu..). Yup, intinya, jadi orang jangan cengeng. Kayak bayi aja doyan nangis. Wong bayi sekarang aja sudah jarang nangis. Kalah dengan bayi dong? Hahaha, sukurin lu. Maka dari itu, kembali ke lirik tadi, menangislah jika harus menangis. Saya ulangi, menangislah jika harus menangis. Tapi bukan berarti saya melarang untuk menangis lho ya. Saya hanya mengimbau orang agar lebih bijak lagi dalam memutuskan kapan menangis dan kapan tidak usah menangis. Apa tidak bosan, bukannya ketika kecil kita sudah sering menangis? Mbok yo isin.. Hehehe..

Menempatkan sesuatu pada tempatnya, mungkin itu kalimat yang tepat dalam mendeskripsikan petikan lirik lagu di atas. Kadang orang menangis dengan alasan yang sulit dipertanggung jawabkan. Atau mungkin orang menangis karena ikut-ikutan temannya yang nangis. Hmmm.. Nggak kreatif, bisanya cuman ikut-ikutan. Atau biasanya orang menangis karena tidak bisa menahan sakit yang tak terkira. Kalau yang begitu mah masih wajar mungkin ya, manusiawi.

Dan pada akhirnya, menangislah karena Anda begitu menghargai kehidupan ini. Menangislah karena kita manusia. Waduh, berat nih bahasanya. Gapapa lah, yang baca juga sudah mahasiswa ini, harusnya sudah tau bagaimana memaknai arti hidup. Sudah seberapa berartikah kita hidup di dunia ini. Sudahkah kita menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain, yah setidaknya bagi orang-orang terdekat kita? Sudahkah kita mengambil hikmah dari segala permasalahan yang kita hadapi? Sudahkah kita mensyukuri nikmat yang telah diperoleh selama kita hidup? Sudahkah kita menjadi orang yang selalu lebih baik dari waktu ke waktu? Dan sudahkah kita berintrospeksi diri atas dosa apa saja yang telah kita perbuat selama hidup di dunia ini?
Jika belum, maka menangislah. Saya ulangi, menangislah. Renungkan. Saya ulangi lagi, renungkan! Maklum, mahasiswa ngulang, jadi kata-katanya suka diulangi. Tapi tenang saja, saya sadar kalau hidup takkan pernah bisa terulang.

Dan sebagai manusia yang tahu diri, sudah semestinya kita sadar akan hal itu. Sadar kalau kita sudah banyak sekali melupakan makna-makna yang seharusnya telah melekat dalam otak kita akan arti hidup ini. Sehingga sebagai seorang yang penuh khilaf pun sudah seharusnya pula kita sadar dan senantiasa memohonkan maaf atas segala kesalahan kita. Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Yang Maha Pemaaf. Inilah saat yang tepat bagi kita untuk meneteskan air mata. Air mata penuh penyesalan. Ah, bukan penyesalan saya kira, tapi evaluasi diri. Hanya menyesal tidaklah cukup, perlu ada tindak lanjut dari itu, yang pasti menuju ke sesuatu yang lebih baik. Menangislah karena kita hanya manusia yang cuma bisa meminta-minta kepada Tuhan kita. Menangislah karena begitu banyak yang Tuhan kita berikan, tapi kita sering lupa kepadaNya.

Dan akhirnya Pasha Ungu pun berkata,

hatiku bertanya benarkah ku tlah berbakti atau kah ku saat ini hanya sekedar berjanji
Bagaimana dengan kita?? Untuk siapa kah air mata kita selama ini??

You Might Also Like

1 comments