Belajar Merawat Indonesia Lewat Buku

9:00:00 AM

Sudah bukan rahasia lagi bagi kita jika Indonesia mempunyai kualitas pendidikan dengan kategori yang rendah dibanding negara-negara Asia lainnya sekaliber Cina, Korea, ataupun Jepang. Berbagai indikator yang menunjukkan rendahnya kualitas pendidikan kita telah ditunjukkan para peneliti di Indonesia, baik dari segi manajemen sistem sampai produk pendidikan itu sendiri. Sehingga mau mengelak bagaimana pun juga, faktanya memang menunjukkan hal seperti itu.

Tentunya banyak hal yang melatarbelakangi rendahnya kualitas pendidikan di negeri kita tercinta ini. Dan dapat dipastikan bahwa penyebab-penyebab tersebut merupakan hasil dari efek-efek negatif yang ditunjukkan masyarakat maupun pemerintah Indonesia dalam melaksanakan berbagai proses pendidikan. Efek-efek negatif yang dihasilkan baik oleh kesengajaan maupun ke-tidak sengaja-an. Sungguh keadaan yang sejatinya tidak diharapkan oleh semua elemen masyarakat Indonesia.

Salah satunya adalah rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Menurut penelitian oleh UNESCO, kawasan ASEAN adalah kawasan dengan minat baca terrendah di dunia, dan sebagian besar ditemukan di Indonesia. Dari 1000 masyarakat di Indonesia, hanya 1 orang yang memiliki minat baca yang tinggi. Angka ini jika diprosentasekan maka minat baca di Indonesia hanya 0,1 % dari seluruh penduduk Indonesia. Angka yang sangat jauh dari kata tinggi.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat baca di Indonesia. Pertama, akses buku yang masih tergolong sulit dijangkau oleh masyarakat. Mulai dari relatif sedikitnya produksi buku-buku dibanding dengan jumlah penduduk Indonesia hingga distribusi buku yang tidak merata. Tercatat buku-buku baru yang terbit di Indonesia per tahun hanya 12.000 eksemplar. Sementara jumlah penduduk Indonesia sekarang sudah mencapai sekitar 220 juta jiwa. Sebagai pembanding, Amerika Serikat menerbitkan buku-buku baru per tahun sekitar 75.000 eksemplar. Disusul India yang memproduksi buku-buku baru sebanyak sekitar 25.000 eksemplar per tahun.

Selain sedikitnya produksi buku baru di Indonesia, distribusi buku yang tidak merata juga turut menambah catatan buruk minat baca di Indonesia. Banyak buku-buku menumpuk hanya di tempat-tempat tertentu saja. Katakanlah kawasan-kawasan perkotaan di mana banyak perpustakaan-perpustakaan umum berdiri di sana. Banyak sekali macam-macam buku yang bisa didapatkan di perpustakaan-perpustakaan kota. Namun sangat disayangkan,  sangat memungkinkan bahwa pengunjung perpustakaan tersebut tidak sebanyak jumlah buku yang ada di sana. Masyarakat perkotaan sekarang lebih akrab dengan hedonisme yang lebih asik dengan hiburan dan menghambur-hamburkan uang demi kesenangan, daripada memperluas wawasan.
Alih-alih jika kita mau melihat lebih jauh, banyak masyarakat-masyarakat di daerah pedalaman sana yang haus akan ilmu pengetahuan dan wawasan. Keterbatasan sarana dan prasarana untuk mengakses sumber ilmu, menjadi kendala utama dalam memperluas wawasan mereka. Padahal keinginan mereka untuk terus meng-update wawasan mereka bisa dibilang tinggi.

Seperti cerita salah satu Pengajar Muda di salah satu sekolah di daerah Kabupaten Majene  misalnya. Keinginan untuk membaca buku siswa-siswa di sana sangat tinggi. Namun kenyataanya siswa-siswa di sana sudah dapat dipastikan sangat minim wawasan. Ketika ditanya cita-citanya mau jadi apa, hampir semua anak laki-laki menjawab ingin menjadi pemain sepak bola. Giliran ditanya siapa yang mau jadi profesor, arsitek, pengusaha, para siswa hanya tengak-tengok kanan kiri tidak ada yang mau mengacungkan tangannya. Namun setelah dijelaskan seperti ini loh profesor, arsitek, pengusaha dan lain-lain, beberapa siswa mengurungkan cita-citanya untuk menjadi pemain sepak bola dan berlomba-lomba mengacungkan tangan. Tentu hal itu bukan karena mereka tidak ingin menjadi profesi-profesi tersebut, tapi wawasan mereka akan hal tersebut sangatlah minim, bahkan tidak pernah mengetahui sebelumnya.

Faktor ke-dua penyebab minimnya minat baca masyarakat Indonesia adalah buku-buku yang ada belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, banyak masyarakat kesulitan mengakses informasi yang dibutuhkan melalui membaca buku. Mereka lebih memilih browsing di Internet atau lewat media yang lain. Dan faktor yang terakhir adalah masih konvensionalnya media promosi buku dalam memasarkan buku mereka. Sehingga yang terjadi di lapangan adalah masyarakat enggan untuk membeli buku.
Book for Mountain

Masalah-masalah di atas bukannya tidak ada solusinya, justru memberikan kesempatan besar bagi masyarakat Indonesia untuk setidaknya andil dalam meningkatkan minat baca mereka. Banyak sekali program-program community development yang memungkinkan masyarakat Indonesia untuk turun tangan langsung merawat negeri mereka. Seperti komunitas “book for mountain” misalnya. Mereka adalah salah satu komunitas yang mencoba memanfaatkan kesempatan besar tersebut dengan cara mengumpulkan buku dari masyarakat perkotaan, yang kemudian didistribusikan kepada masyarakat-masyarakat pegunungan dengan membuat sebuah perpustakaan kecil di sana.


Kemudian komunitas-komunitas lain seperti Indonesia Menyala misalnya, yang merupakan salah satu program anak cabang dari Indonesia Mengajar. Hampir sama dengan “book for mountain”, para Penyala (julukan bagi orang yang ikut Indonesia Menyala) mengumpulkan buku dari masyarakat-masyarakat perkotaan, yang kemudian didistribusikan ke sekolah-sekolah tempat para Pengajar Muda mengajar. Mereka para Penyala rata-rata merupakan pemuda-pemuda yang masih kuliah atau baru menyelesaikan studinya di Universitas, sama seperti punggawa-punggawa “book for mountain”.

Pada akhirnya, menyalakan lilin jauh lebih baik daripada sekedar mengecam kegelapan. Memaki rendahnya minat baca di Indonesia sungguh tidak akan pernah menyelesaikan masalah, justru sebaliknya, hanya akan mempersulit masalah. Sungguh, banyak sekali yang bisa dilakukakan oleh masyarakat Indonesia dalam memerangi rendahnya minat baca di negeri tercinta ini. Yang Indonesia butuhkan saat ini adalah aksi nyata, terutama bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk andil turun tangan bersama-sama belajar merawat Indonesia. Karena di pundak mereka lah masa depan bangsa ini dipikul. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.

You Might Also Like

0 comments