Semoga Allah meng-Istiqomah-kan
3:11:00 PM
Setiap manusia, bahkan setiap makhluk Tuhan, punya waktu untuk mengalami sebuah, bahkan lebih dari satu masa transisi. Transisi dimana makhluk tersebut berubah dari suatu state ke state yang lain, yang tentunya lebih tinggi tingkatnya dari state sebelumnya. Transisi dimana makhluk tersebut membutuhkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi keharusan dan kebutuhan disaat state tersebut dialaminya. Dan boleh jadi itulah fitrah mereka.
Seekor ulat misalnya, ketika dia ingin berubah menjadi makhluk yang lebih indah, bisa terbang, dan butuh menjelajahi dunia yang lebih luas, ianya harus melewati masa menjadi kepompong, dimana ia berhibernasi, tanpa melakukan suatu apapun yang membuat kebutuhan nafsunya terpenuhi selama beberapa hari. Atau seperti seekor burung misalnya. Dari seekor anak burung yang ingin menjelajahi bumi-Nya yang indah, ia harus bersusah payah untuk berlatih mengepakkan sayapnya. Jatuh, jatuh dan terus terjatuh sebelum akhirnya ia terbiasa mengepakkan sayap dan terbang melambung tinggi di udara. Hanya bisa terbang pun tidak cukup, dibutuhkan juga berlatih manuver-manuver canggih yang digunakan untuk mencari mangsa sebagai kebutuhan sehari-hari mereka. Ya, kepompong, latihan terbang, berlatih manuver, semuanya itu merupakan masa transisi yang dialami oleh seekor ulat dan burung. Begitu juga binatang-binatang ciptaan-Nya yang lain, tentu membutuhkan masa transisi sebagai media untuk mengupgrade kemampuan mereka.
Begitu pun manusia, menjadi fitrah mereka untuk mengalami yang namanya masa transisi. Dari bayi yang hanya bisa merangkak yang kemudian berusaha keras jatuh bangun untuk bangkit dan akhirnya bisa berjalan. Kemudian mulai memahami bahasa yang berlaku di lingkungannya dan kemudian menirukan untuk mengucapkan kata demi katanya. Lalu dilanjutkan mengalami masa-masa dimana rasa keingin tahuanya yang tinggi untuk bertanya tentang segala hal. Yang kemudian beranjak remaja dimana di sana lah manusia mulai mencari jati diri mereka yang sebenarnya, hingga akhirnya beranjak dewasa. Begitulah beberapa masa transisi yang manusia alami, yang tujuannya, tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai usahanya dalam mengupgrade apa yang seharusnya ia mampu untuk melakukan sehingga kebutuhannya saat itu pun terpenuhi dengan hasil dari masa transisi tersebut.
Layaknya manusia biasa, saya pun pernah bahkan beberapa kali merasakan masa transisi. Dari pertama kali melihat dunia, hingga sekarang ini, saya yakin betul ada beberapa masa yang saya sebut itulah masa transisi saya. Dari masa bayi yang berusaha untuk merangkak, duduk, kemudian bisa berjalan dan menjadi seorang anak-anak, kemudian saat-saat dimana bersusah payah berubah dari seorang anak menjadi remaja, yang sangat dituntut kesabarannya untuk menahan perbuatan-perbuatan ke-remaja-remaja-an yang tidak seharusnya anak-anak lakukan, dan kemudian berusaha menyesuaikan diri jauh dari orang tua untuk sekolah dan menuntut ilmu, hingga akhirnya bisa merasakan ketatnya persaingan di perguruan tinggi. Dan sejatinya semua itu patut disyukuri, karena pada akhirnya Allah benar-benar memberikan kekuatan untuk dapat melewati semua itu.
Dan sampai pada saat sekarang ini, disaat saya menjadi seorang mahasiswa yang nyaris lulus, yang Alhamdulillah telah menyelesaikan berbagai amanah-amanah yang diberikan, hingga sekarang yang hanya tinggal menyisakan amanah yang tinggal saktunyukan lagi, ini pun merupakan masa transisi berikutnya. Masa transisi dimana kehidupan menjadi seorang mahasiswa akan segera berakhir. Masa dimana akan menempuh kehidupan yang jauh lebih kompleks dibanding dengan ketika masih duduk di bangku Universitas. Masa dimana tanggung jawab ke depan pun akan semakin besar. Masa dimana babak hidup berikutnya akan segera dimulai dengan berbagai tantangan-tantangan yang sudah siap menanti di depan. Masa dimana sudah seharusnya mempraktekkan apa yang telah dipelajari ketika sekolah sampai menjadi mahasiswa. Memang begitu lah semestinya manusia itu.
Dengan kembali membuka-buka timeline masa depan saya, akhirnya satu kesimpulan besar dalam sebuah pertanyaan terbesit dalam fikiran saya, sudah cukupkah bekal yang saya punya? Tentunya bekal untuk menempuh dan melewati masa transisi ini. Yang selanjutnya menjadi media introspeksi dan mencari resolusi sebelum beranjak ke state berikutnya.
Dimana passion saya sebenarnya? Menjadi seorang mahasiswa matematika tentu menjadi tantangan tersendiri bagi saya ketika ternyata apa yang saya bayangkan dulu agak melenceng dengan yang terjadi di lapangan. Tentu menjadi seorang ilmuwan matematika merupakan hal yang saya impi-impikan dari awal menjadi mahasiswa. Hingga akhirnya garam demi garam saya makan sebagai bekal pengalaman di waktu kuliah. Ya, menjadi seorang generalis ternyata begitu sedikit lebih menggiurkan. Lebih baik tau sedikit dari banyak hal, daripada tau banyak dari sedikit hal, mungkin itu yang sedikit banyak mempengaruhi saya. Dan saya menyadari dan tau persis dengan keadaan saya, dimana pengetahuan sebagai seroang generalis maupun matematikawan sangat kurang. Jauh dari kata cukup. Sehingga, terus mencari ilmu, tentang matematika atau pun yang bersifat wawasan umum, menjadi salah satu solusi sembari menunggu passion yang tepat untuk menjadi pijakan ke state berikutnya.
Pendamping hidup? Why not? Ini juga masuk dalam list timeline untuk beberapa tahun ke depan. (gak usah nyengir-nyengir sambil bilang ciyee gitu deh bacanya). Tentunya pendamping hidup yang halal dong ya. =). Pendamping hidup yang akan menjadi motivator terbesar dalam melanjutkan babak hidup berikutnya. Pendamping hidup yang akan bersama-sama meniti fi l-dunyaa hasanah, wa fi l-aakhiroti hasanah. Dan kriteria pun menjadi sebuah prinsip. Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah, sudah pantas atau belum jika saya menjadi pendamping hidupnya? Nggak usah bingung-bingung deh, gini aja, sudah cukup bekalnya untuk membahagiakan sang pendamping, dunia dan akhirat? (nah loh...). Tentunya untuk menuju ke sana pun, diperlukan ilmu yang cukup bahkan lebih agar ditengah perjalanan tidak tersasat, dan keep on the track. Sehingga lagi-lagi mencari ilmu, baik ilmu dunia maupun akhirat, juga tetap diperlukan dalam proses memantaskan diri tersebut.
Ya, mungkin dua hal di atas cukup rasanya menjadi state berikutnya dalam masa transisi kali ini. Misi jangka pendek yang boleh jadi merupakan target terdekat untuk segera diwujudkan. Target-target kecil yang sedikit banyak mempengaruhi masa depan besar yang menanti di ujung sana. Dan tetap menjadi seorang generasi pembelajar, yang selalu haus akan ilmu dan pengalaman, adalah satu-satunya jalan demi menjadi orang yang pantas menyambut masa depan yang cerah. Sehingga diperlukan kesabaran dan ke-istiqomah-an untuk menuju state tersebut. Semoga Allah SWT. senantiasa meng-istiqomah-kan setiap langkah kita. Aamiin.
Seekor ulat misalnya, ketika dia ingin berubah menjadi makhluk yang lebih indah, bisa terbang, dan butuh menjelajahi dunia yang lebih luas, ianya harus melewati masa menjadi kepompong, dimana ia berhibernasi, tanpa melakukan suatu apapun yang membuat kebutuhan nafsunya terpenuhi selama beberapa hari. Atau seperti seekor burung misalnya. Dari seekor anak burung yang ingin menjelajahi bumi-Nya yang indah, ia harus bersusah payah untuk berlatih mengepakkan sayapnya. Jatuh, jatuh dan terus terjatuh sebelum akhirnya ia terbiasa mengepakkan sayap dan terbang melambung tinggi di udara. Hanya bisa terbang pun tidak cukup, dibutuhkan juga berlatih manuver-manuver canggih yang digunakan untuk mencari mangsa sebagai kebutuhan sehari-hari mereka. Ya, kepompong, latihan terbang, berlatih manuver, semuanya itu merupakan masa transisi yang dialami oleh seekor ulat dan burung. Begitu juga binatang-binatang ciptaan-Nya yang lain, tentu membutuhkan masa transisi sebagai media untuk mengupgrade kemampuan mereka.
Begitu pun manusia, menjadi fitrah mereka untuk mengalami yang namanya masa transisi. Dari bayi yang hanya bisa merangkak yang kemudian berusaha keras jatuh bangun untuk bangkit dan akhirnya bisa berjalan. Kemudian mulai memahami bahasa yang berlaku di lingkungannya dan kemudian menirukan untuk mengucapkan kata demi katanya. Lalu dilanjutkan mengalami masa-masa dimana rasa keingin tahuanya yang tinggi untuk bertanya tentang segala hal. Yang kemudian beranjak remaja dimana di sana lah manusia mulai mencari jati diri mereka yang sebenarnya, hingga akhirnya beranjak dewasa. Begitulah beberapa masa transisi yang manusia alami, yang tujuannya, tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai usahanya dalam mengupgrade apa yang seharusnya ia mampu untuk melakukan sehingga kebutuhannya saat itu pun terpenuhi dengan hasil dari masa transisi tersebut.
Layaknya manusia biasa, saya pun pernah bahkan beberapa kali merasakan masa transisi. Dari pertama kali melihat dunia, hingga sekarang ini, saya yakin betul ada beberapa masa yang saya sebut itulah masa transisi saya. Dari masa bayi yang berusaha untuk merangkak, duduk, kemudian bisa berjalan dan menjadi seorang anak-anak, kemudian saat-saat dimana bersusah payah berubah dari seorang anak menjadi remaja, yang sangat dituntut kesabarannya untuk menahan perbuatan-perbuatan ke-remaja-remaja-an yang tidak seharusnya anak-anak lakukan, dan kemudian berusaha menyesuaikan diri jauh dari orang tua untuk sekolah dan menuntut ilmu, hingga akhirnya bisa merasakan ketatnya persaingan di perguruan tinggi. Dan sejatinya semua itu patut disyukuri, karena pada akhirnya Allah benar-benar memberikan kekuatan untuk dapat melewati semua itu.
Dan sampai pada saat sekarang ini, disaat saya menjadi seorang mahasiswa yang nyaris lulus, yang Alhamdulillah telah menyelesaikan berbagai amanah-amanah yang diberikan, hingga sekarang yang hanya tinggal menyisakan amanah yang tinggal saktunyukan lagi, ini pun merupakan masa transisi berikutnya. Masa transisi dimana kehidupan menjadi seorang mahasiswa akan segera berakhir. Masa dimana akan menempuh kehidupan yang jauh lebih kompleks dibanding dengan ketika masih duduk di bangku Universitas. Masa dimana tanggung jawab ke depan pun akan semakin besar. Masa dimana babak hidup berikutnya akan segera dimulai dengan berbagai tantangan-tantangan yang sudah siap menanti di depan. Masa dimana sudah seharusnya mempraktekkan apa yang telah dipelajari ketika sekolah sampai menjadi mahasiswa. Memang begitu lah semestinya manusia itu.
Dengan kembali membuka-buka timeline masa depan saya, akhirnya satu kesimpulan besar dalam sebuah pertanyaan terbesit dalam fikiran saya, sudah cukupkah bekal yang saya punya? Tentunya bekal untuk menempuh dan melewati masa transisi ini. Yang selanjutnya menjadi media introspeksi dan mencari resolusi sebelum beranjak ke state berikutnya.
Dimana passion saya sebenarnya? Menjadi seorang mahasiswa matematika tentu menjadi tantangan tersendiri bagi saya ketika ternyata apa yang saya bayangkan dulu agak melenceng dengan yang terjadi di lapangan. Tentu menjadi seorang ilmuwan matematika merupakan hal yang saya impi-impikan dari awal menjadi mahasiswa. Hingga akhirnya garam demi garam saya makan sebagai bekal pengalaman di waktu kuliah. Ya, menjadi seorang generalis ternyata begitu sedikit lebih menggiurkan. Lebih baik tau sedikit dari banyak hal, daripada tau banyak dari sedikit hal, mungkin itu yang sedikit banyak mempengaruhi saya. Dan saya menyadari dan tau persis dengan keadaan saya, dimana pengetahuan sebagai seroang generalis maupun matematikawan sangat kurang. Jauh dari kata cukup. Sehingga, terus mencari ilmu, tentang matematika atau pun yang bersifat wawasan umum, menjadi salah satu solusi sembari menunggu passion yang tepat untuk menjadi pijakan ke state berikutnya.
Pendamping hidup? Why not? Ini juga masuk dalam list timeline untuk beberapa tahun ke depan. (gak usah nyengir-nyengir sambil bilang ciyee gitu deh bacanya). Tentunya pendamping hidup yang halal dong ya. =). Pendamping hidup yang akan menjadi motivator terbesar dalam melanjutkan babak hidup berikutnya. Pendamping hidup yang akan bersama-sama meniti fi l-dunyaa hasanah, wa fi l-aakhiroti hasanah. Dan kriteria pun menjadi sebuah prinsip. Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah, sudah pantas atau belum jika saya menjadi pendamping hidupnya? Nggak usah bingung-bingung deh, gini aja, sudah cukup bekalnya untuk membahagiakan sang pendamping, dunia dan akhirat? (nah loh...). Tentunya untuk menuju ke sana pun, diperlukan ilmu yang cukup bahkan lebih agar ditengah perjalanan tidak tersasat, dan keep on the track. Sehingga lagi-lagi mencari ilmu, baik ilmu dunia maupun akhirat, juga tetap diperlukan dalam proses memantaskan diri tersebut.
Ya, mungkin dua hal di atas cukup rasanya menjadi state berikutnya dalam masa transisi kali ini. Misi jangka pendek yang boleh jadi merupakan target terdekat untuk segera diwujudkan. Target-target kecil yang sedikit banyak mempengaruhi masa depan besar yang menanti di ujung sana. Dan tetap menjadi seorang generasi pembelajar, yang selalu haus akan ilmu dan pengalaman, adalah satu-satunya jalan demi menjadi orang yang pantas menyambut masa depan yang cerah. Sehingga diperlukan kesabaran dan ke-istiqomah-an untuk menuju state tersebut. Semoga Allah SWT. senantiasa meng-istiqomah-kan setiap langkah kita. Aamiin.
0 comments