Mengejar Matahari
10:26:00 AM
Betul sekali. (lhoo.. apanya???) Ya betul sekali apa yang ada di fikiran anda tentang sepasang kata di atas. Salah satu judul film di belantika perfilman Indonesia besutan Rudy Sudjarwo. Film ini berceritakan tentang empat orang yang sejak kecil bersahabat hingga beranjak dewasa. Mereka sering melakukan permainan menarik yang disebut dengan mengejar matahari. Dimana mereka berlari-lari mengelilingi kampung mereka seakan-akan sedang mengejar matahari, dan yang sampai di tujuan duluan ialah yang memenangkan permainan tersebut.
Namun, sayang sekali tulisan ini tidak ada kaitannya tentang itu. Hehehe..
Begini cerita yang sebenarnya. Mungkin akan lebih tepat jika judulnya jadi "Dikejar Hujan-hujanan". Siang itu saya dan dua orang teman sepermainan saya, setelah kuliah Kalkulus 1 (udah tua kok masih kuliah Kalkulus..ckckck) berinisiatif untuk melancong ke angkringan dekat kampus. Awalnya hanya sekedar untuk melepas rasa lapar dua orang teman saya itu. Karena saya sudah makan ketika itu, saya sempat sedikit menolak ajakan mereka yang pada akhirnya saya ikut juga. Yah, hitung-hitung menemani mereka sambil minum segelas teh manis.
Kami pun beranjak dari kelas dan kemudian langsung menuju ke angkringan. Ketika itu cuaca sungguh mendung dan sudah dapat dipastikan hujan akan turun sebentar lagi. Ditengah perjalanan kami, air dari atas langit mulai merintikkan tetesan hujannya. Namun masih dalam level tidak deras. Sehingga kami pun melanjutkan perjalanan menuju angkringan.
Namun sesuatu yang memang sudah disangka-sangka pun terjadi juga. Air yang turun dari langit semakin banyak. Hujan ketika itu semakin deras. Tidak ingin basah-basahan, kamipun bergegas. Mempercepat langkah ke depan dan akhirnya kamipun berlari-lari. Yah, layaknya yang ada di permainan "Mengejar Matahari". Namun kami hanya bertiga. Jalan yang ketika itu sedikit basah dan becek membuat langkah kami sedikit terhambat.
Pada akhirnya sampailah di angkringan. Pesan minuman (baca: es teh) dan langsung kongkow-kongkow. Yang tujuan utamanya adalah makan siang, kini berganti menjadi berteduh dari hujan. Hujan yang tadinya lumayan deras perlahan semakin deras. Tidak hanya deras, tapi deras sekali. Bahkan di liputi oleh petir dan angin kencang yang membuat tenda angkringan terhempas. Imbasnya, heri dan zaki diminta tolong oleh si pemilik angkringan untuk memegangi gerobak angkringan. Suasana saat itu begitu mencekam layaknya film-film horor. Pokoknya berasa maen film aja ketika itu.
Persoalan tidak hanya sampai disana. Karena ketika itu adalah hari Jum'at dan kami harus menunaikan Sholat Jum'at. Tapi dengan kondisi yang seperti itu sungguh hampir mustahil untuk menuju masjid dalam keadaan pakaian yang kering. Sehingga akhirnya kami memutuskan untuk tetap menunggu hujan yang mengerikan itu hingga tidak mengerikan lagi. Kalaupun tidak reda, apa boleh buat, Sholat Dhuhur saja tidak masalah.
Beberapa saat kemudian hujan mulai menurunkan intensitasnya. Sempat berdebat terlebih dahulu, kami memutuskan untuk pergi menuju masjid terdekat (tetep aja jauh). Tidak mau basah-basahan kami pun berlari. Mengingat juga ketika itu waktu menunjukkan pukul 12 lebih 15 menit. Dengan kondisi jalan yang sedikit banjir, rasanya berlari pun menjadi hal yang sulit mengingat kami tidak ingin basah-basahan. Yah, seperti salah satu lirik lagu "walau badai menghadang", kami pun terus berlari "walau hujan menghadang". Sampai pada akhirnya sampailah di masjid dekat kampus. Kami pun bergegas untuk menunaikan Ibadah Sholat Jum'at walaupun dalam keadaan lantai yang basah.
Begitulah tragedi Mengejar Matahari, eh salah, "Dikejar-kejar hujan". Atau "Mengejar Jum'atan"?? Ah, whatever mau dikasih judul apa. Yang pasti, sampai kapan pun takkan bisa orang mengejar matahari betulan. Mending mengejar rezeki, Right??
Namun, sayang sekali tulisan ini tidak ada kaitannya tentang itu. Hehehe..
Begini cerita yang sebenarnya. Mungkin akan lebih tepat jika judulnya jadi "Dikejar Hujan-hujanan". Siang itu saya dan dua orang teman sepermainan saya, setelah kuliah Kalkulus 1 (udah tua kok masih kuliah Kalkulus..ckckck) berinisiatif untuk melancong ke angkringan dekat kampus. Awalnya hanya sekedar untuk melepas rasa lapar dua orang teman saya itu. Karena saya sudah makan ketika itu, saya sempat sedikit menolak ajakan mereka yang pada akhirnya saya ikut juga. Yah, hitung-hitung menemani mereka sambil minum segelas teh manis.
Kami pun beranjak dari kelas dan kemudian langsung menuju ke angkringan. Ketika itu cuaca sungguh mendung dan sudah dapat dipastikan hujan akan turun sebentar lagi. Ditengah perjalanan kami, air dari atas langit mulai merintikkan tetesan hujannya. Namun masih dalam level tidak deras. Sehingga kami pun melanjutkan perjalanan menuju angkringan.
Namun sesuatu yang memang sudah disangka-sangka pun terjadi juga. Air yang turun dari langit semakin banyak. Hujan ketika itu semakin deras. Tidak ingin basah-basahan, kamipun bergegas. Mempercepat langkah ke depan dan akhirnya kamipun berlari-lari. Yah, layaknya yang ada di permainan "Mengejar Matahari". Namun kami hanya bertiga. Jalan yang ketika itu sedikit basah dan becek membuat langkah kami sedikit terhambat.
Pada akhirnya sampailah di angkringan. Pesan minuman (baca: es teh) dan langsung kongkow-kongkow. Yang tujuan utamanya adalah makan siang, kini berganti menjadi berteduh dari hujan. Hujan yang tadinya lumayan deras perlahan semakin deras. Tidak hanya deras, tapi deras sekali. Bahkan di liputi oleh petir dan angin kencang yang membuat tenda angkringan terhempas. Imbasnya, heri dan zaki diminta tolong oleh si pemilik angkringan untuk memegangi gerobak angkringan. Suasana saat itu begitu mencekam layaknya film-film horor. Pokoknya berasa maen film aja ketika itu.
Persoalan tidak hanya sampai disana. Karena ketika itu adalah hari Jum'at dan kami harus menunaikan Sholat Jum'at. Tapi dengan kondisi yang seperti itu sungguh hampir mustahil untuk menuju masjid dalam keadaan pakaian yang kering. Sehingga akhirnya kami memutuskan untuk tetap menunggu hujan yang mengerikan itu hingga tidak mengerikan lagi. Kalaupun tidak reda, apa boleh buat, Sholat Dhuhur saja tidak masalah.
Beberapa saat kemudian hujan mulai menurunkan intensitasnya. Sempat berdebat terlebih dahulu, kami memutuskan untuk pergi menuju masjid terdekat (tetep aja jauh). Tidak mau basah-basahan kami pun berlari. Mengingat juga ketika itu waktu menunjukkan pukul 12 lebih 15 menit. Dengan kondisi jalan yang sedikit banjir, rasanya berlari pun menjadi hal yang sulit mengingat kami tidak ingin basah-basahan. Yah, seperti salah satu lirik lagu "walau badai menghadang", kami pun terus berlari "walau hujan menghadang". Sampai pada akhirnya sampailah di masjid dekat kampus. Kami pun bergegas untuk menunaikan Ibadah Sholat Jum'at walaupun dalam keadaan lantai yang basah.
Begitulah tragedi Mengejar Matahari, eh salah, "Dikejar-kejar hujan". Atau "Mengejar Jum'atan"?? Ah, whatever mau dikasih judul apa. Yang pasti, sampai kapan pun takkan bisa orang mengejar matahari betulan. Mending mengejar rezeki, Right??
0 comments