Malam-malam dapat tamparan keras dari akun facebook tetangga yang membuat status tentang 'relawan'. Ya, relawan, macam saya ini adalah seorang relawan kan? Jauh-jauh datang dari pulau jawa, hanya untuk mengajar, mendidik dan memimpin semua masyarakat di Sebuku, di tanah juang ini untuk mengangkat derajat mereka menjadi masyarakat yang berwawasan dunia.
Salah satu kutipan statusnya kurang lebih berisikan "..mengharapkan imbalan pujian di koran dan sekedar kolom komentar? Ya tetap saja relawan..." seperti jarum yang menghujam dalam ke ulung hati. Secara saya punya hobi pajang foto dan status di dinding facebook dan media sosial lainnya. Ya walaupun mungkin status tersebut bukan untuk saya, setidaknya saya juga merasakan hal yang sama.
Mari kita ambil hikmahnya. Bener juga statusnya, namanya relawan harus rela ngapa-ngapain dan diapa-apain! Mari kita lihat kenyataan di lapangan.
Pagi ke sekolah, siang menemani balita-balita di rumah dengan segenap perilakunya, sore bermain dengan murid-murid, maghrib mengajar ngaji, malam menemani anak yang datang ke rumah untuk belajar. Sering dengan aktifitas begitu memicu emosi untuk memuncak. Faktor capek, dan agresifitas anak yang super duper aktif. Gerutu dan keluhan kadang mengendap di hati seakan-akan ingin melampiaskan dengan perbuatan.
Mengajar di sekolah, jumpa dengan anak-anak yang nakal, berkebutuhan khusus, dan susah diatur. Menerangkan materi ini itu, tapi mereka belum faham juga. Siang, terik begitu menyengat kepala ketika berjalan dari sekolah ke rumah.
Sampai rumah disambut dengan agresifitas balita-balita yang sering merepotkan urusan pribadi. Rengekan-rengekan minta sesuatu tak jarang mereka perdengarkan. Pertanyaan-pertanyaan yang terus berulang-ulang juga acap kali harus kuladeni satu persatu.
Sore kadang harus kembali ke sekolah untuk bermain bersama murid-murid. Tak tanggung-tanggung, murid satu sekolah kadang saya dampingi untuk bermain sambil belajar bersama.
Selesai sholat maghrib, masjid kampung jadi tongkrongan sehari-hari. Mengajari anak-anak mengaji menjadi rutinitas setiap petang. Tak jarang anak yang tak lancar membaca. Bahkan sudah dibetulkan caranya, tetap saja salah ketik membaca kalimat berikutnya.
Sepulang dari masjid, kembali disambut oleh adik-adik kecil yang suka nencari perhatian saya. Tidak lama biasanya juga datang anak-anak kelas 5 untuk belajar di rumah. Mengajar sambil digoda oleh ulah balita-balita agresif tentu bukan hal yang menyenangkan. Mengajarnya pun tidak efektif.
Belum lagi harus bersosialisasi dengan masyarakat di sini untuk pemberdayaan. Tentu tidak serta merta semua masyarakat menerima dengan baik. Ada yang cuek, ada yang agresif dan ada juga mungkin yang tidak suka.
Begitulah aktifitas relawan versi saya selama 1 bulan terakhir ini. Tentu bagi orang yang baru jadi relawan seperti saya hal tersebut bukanlah hal yang menyenangkan. Alih-alih menyenangkan, rutinitas tersebut tak jarang membuat emosi saya terbakar.
Yah, mungkin ini kali ya yang disebut dengan "rela diapa-apain". Relawan harus tahan dengan itu semua. Relawan harus punya stok sabar tanpa batas. Iya, sabar! Biar sabar dan sholat yang akan jadi penolong para relawan ini. InsyaAllah, status "relawan" ini adalah kendaraan bagi kita untuk naik level. ^_^